Akulah Nyai Anteh,
Pelayan Nyai Endahwarni dari Pakuan
Aku tak bermaksud merebut cinta
Cinta pangeran gagah dari negeri
seberang
Ibuku berpulang ke pangkuan Tuhan
Namun, aku tak pernah muram
Sebab aku tiada pernah merasakan
sentuhannya
Katanya, ibu pergi saat kelahiranku
Mungkinkah aku penyebab kematian ibu?
Permaisuri Pakuan berkata, “Tuhan lebih
sayang pada ibuku.”
Raja dan Ratu Pakuan penuh kasih
Merawatku layaknya buah hati mereka
Menyayangiku seolah aku putri raja
Mereka tak membiarkanku hidup sebatang
kara
Intan berlian kudapatkan
Tak akan kusia-siakan kasih sayang
mereka
Kuputuskan mengabdi pada Pakuan
Menjadi dayang untuk Putri Pakuan
Ia bernama Endahwarni yang ayu rupanya
Endah telah menganggapku sebagai adiknya
Sejak bayi kami bersama
Selamanya pun akan tetap saudara
Tuhan memberiku ilmu
Agar pandai menyulam baju
Kakakku mengetahui keahlianku
“Kau harus jahit baju pengantinku
nanti.” katanya.
Aku tersipu mendengarnya
Tak kuasa menahan bahagia
Untuk membuatkannya baju terindah
Saat hari pernikahannya tiba
Raja dan permaisuri Pakuan menjodohkan
kakakku
Dengan seorang lelaki bernama
Anantakusuma
Tak sengaja kami saling menatap di taman
istana
Pangeran itu menyukaiku
Namun, aku terus menghindar
Nyai Endahwarni akan patah hati
Aku juga tak mau membalas cinta lelaki
itu
Suatu hari, kakakku tahu
Bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan
Ia mengusirku dari istana megah itu
Padahal, aku tak pernah berkhianat
Padahal, aku tak pernah cinta pada Anantakusuma
Padahal, aku selalu mengabdi kepadanya
Aku kembali ke rumah ibu
Menata kembali kehidupanku
Bertahun-tahun telah berlalu
Aku dipinang lelaki dan memiliki dua
anak
Kami hidup bahagia serasa dunia hanya
milik kami
Namun, Nyai Endahwarni datang menemuiku
Kakak memintaku untuk kembali ke istana
Ia juga menyuruhku memboyong keluargaku
Dalam hatiku,
Aku tak enak hati
Karena kutahu suami kakakku masih
mencintaiku
Aku tak peduli perasaannya
Aku hanya ingin mengabdi pada kakak
Malam-malam,
Anantakusuma memaksaku
Untuk berada dalam pelukannya
Aku ingin berteriak, tetapi tak bisa
Aku berlari, pangeran tetap mengejar
Dalam kejaran, aku berdoa
Semoga Tuhan memberiku kekuatan
Untuk melepaskan diri dari Anantakusuma
Ternyata, Tuhan mendengar doaku
Tubuhku melayang mendekati bulan
Sinar bulan menyelimuti dan menarikku
Aku hilang bersama sinar bulan
Tuhan mengizinkanku untuk tinggal di
bulan
Tak ada yang boleh menemaniku selain
seekor kucing
Aku ingin kembali, namun aku takut
Anantakusuma masih tetap menungguku
Aku sangat rindu pada keluargaku
Kutenun kain agar menjadi tangga
Namun, tenunanku takkan pernah selesai
Sebab kucingku selalu merusaknya
Akulah Nyai Anteh,
yang menunggu terkasih di bulan
Aku, si penunggu bulan
*tulisan ini saya buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Penulisan Kreatif Program Studi Indonesia Universitas Indonesia pada 17 Oktober 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar