21 Desember 2018, saya memutuskan untuk ke Bandung—menemui salah seorang sahabat. Sebelumnya, saya tidak pernah ada wacana untuk berlibur di Bandung. Kami sempat sepakat untuk bertemu pada tanggal 20 Desember 2018 di rumahnya, tepatnya di Cibubur, hanya untuk berkumpul dengan teman-teman SMA. Namun, satu hari sebelumnya, ia harus bergegas kembali ke Bandung untuk mengurus pendaftaran sidang skripsinya—yang mungkin akan berlangsung pada bulan Januari 2019. Ia mengajak saya untuk menemaninya di Bandung pada tanggal 19 Desember 2018. Akan tetapi, saat itu, saya masih ada kuliah terakhir, yakni Kapita Selekta Linguistik. Saya bilang, mungkin saya akan menyusulnya esok atau lusa.
Setelah kuliah, saya sempat galau: apakah saya harus pergi ke Bandung? Saya belum pernah melakukan perjalanan jauh sendirian. Namun, Nadya meyakinkan saya untuk pergi ke Bandung. Iia mungkin melihat saya sudah cukup penat di Jakarta dengan berbagai masalah. Banyak pertimbangan yang saya pikirkan sebelum pergi ke Bandung: UAS, izin orang tua, uang, dan ulang tahun (hehe). Setelah saya berpikir bahwa uang saya mencukupi dan tugas UAS bisa dibawa ke Bandung, saya pun izin ke orang tua. Ternyata, orang tua saya mengizinkan untuk pergi ke Bandung. Hore! Saya langsung pesan tiket ke Bandung untuk perjalanan pada 23 Desember 2018 dengan jasa travel.
Saya dan Ajeng |
Untuk pertama kalinya, saya pergi menggunakan travel. Selain itu, untuk pertama kalinya, saya pergi jauh sendirian. Anak manja ini akhirnya berani pergi sendiri! Perasaan saya sangat campur aduk: senang, deg-degan, dan bingung. Bahkan, saya sempat searching di Google, "Cara naik travel". Perjalanan ke Bandung tidak begitu macet, hanya macet di beberapa titik, seperti Bekasi yang sedang ada pembangunan infrastruktur. Namun, saya sedikit kecewa kepada travel yang saya naiki. Pertama, travel itu terlambat berangkat. Seharusnya, travel berangkat pukul 07.00, tetapi baru berangkat pukul 09.00. Kedua, setelah keluar dari Tol Pasteur, travel itu sempat menabrak mobil orang lain. Jujur saja, saya shock dan ingin menangis, apalagi saya tidak mengenal siapa pun di travel itu. Namun, alhamdulillah, perjalanan tetap dilanjutkan sampai Surapati.
Sesampainya di Bandung, saya dijemput Ajeng di Surapati. Setelah itu, kami pergi ke indekos untuk beristirahat. Malamnya, saya baru jalan-jalan di Ciwalk. Perjalanan ke Ciwalk cukup macet, mungkin karena sedang libur Natal. Hari-hari berikutnya, saya dan Ajeng hanya jalan-jalan ke mal, seperti Paris Van Java, Baltos, Paskal; dan beberapa tempat makan yang instagrammable—untuk stok foto, tentunya. Saya juga sempat membeli baju baru untuk foto-foto agar bisa matching dengan baju yang Ajeng miliki. Hehehe.
Sydwic |
Ada beberapa tempat yang cukup bagus untuk foto-foto. Saya pergi ke Sydwic di Jalan Cilaki untuk "makan cantik". Tempatnya serba putih, unik, dan banyak ornamen lucu yang instagrammable. Kafe Sydwic buka mulai pukul 07.00 karena sepertinya mengambil konsep breakfast cafe. Saya dan Ajeng datang pukul 08.00. Tempatnya masih sepi sehingga lebih puas untuk berfoto. :D Makanan yang disediakan semuanya ala english breakfast, seperti sandwich, pasta, dan ada espresso juga.
Bandung Creative Hub |
Spot foto berpindah ke Taman Lansia yang dekat dengan Gedung Sate. Yang saya suka dari Bandung adalah banyak sekali taman yang terdapat di kota ini. Taman Lansia tidak terlalu luas, tetapi masih bisa digunakan untuk bersepeda oleh para pengunjung. Saya suka duduk-duduk sembari melihat jalan raya di sekitar taman. Udara Bandung juga cukup mendukung saat itu—tidak terik dan adem. Taman Lansia ini dihiasi dengan tembok bulan berwarna-warni yang gemas sekali. Saya juga berfoto di sekitar tembok tersebut.
Taman Lansia |
Braga |
Ajeng menemukan tempat makan yang instagrammable lainnya di Bandung, yakni Picknick yang berada di Pasirkaliki. Picknick Cafe ini mengambil konsep rooftop sehingga kita bisa lihat suasana Bandung dari atas. Saat saya datang, kafe ini lumayan ramai. Mungkin, sebelum ke sini, sebaiknya menelepon terlebih dahulu untuk melakukan reservasi. Saya datang pukul 15.00 dan cuaca lumayan terik, tetapi tetap adem. Mungkin, lebih asyik lagi kalau datang ke Picknick pada malam hari.
Picknick
Liburan ke Bandung yang cukup dadakan ini pada akhirnya saya abadikan dalam bentuk video. Saya harap, video ini dapat menjadi pengingat bagi saya bahwa si anak manja ini telah berhasil keluar dari zona nyaman: pergi jauh dari Jakarta sendiri selama satu pekan. Ngomong-ngomong, ini adalah keluar kota saya yang terlama, lho. Saya paling lama pergi keluar kota mungkin hanya lima hari, itu juga karena study tour dari sekolah. Setelah ini, saya bertekad untuk melakukan perjalanan sendiri ke kota lain di Indonesia.
Bandung selalu punya cerita dan saya menyebutnya dengan "7 Hari dalam 35 Detik"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar