Senin, 29 Oktober 2018

Terbangnya Bapak

"Selamat pagi, Sayang."

Pagi itu, senyum Bapak sangat sumringah. Aku yang masih terkantuk berusaha menyanggupi membalas senyum Bapak. Terang saja, ini masih pukul tiga. Sebetulnya, aku sudah terbiasa dengan keadaan ini apabila Bapak harus terbang pagi-pagi sekali. Pekerjaan Bapak menjadi seorang pilot memang tak mengenal waktu.

"Ciye, yang mau ketemu Ibu." balasku.

Bapak hanya tertawa sambil mengacak-acak rambutku pelan. Ia duduk di sebelahku sambil menikmati nasi gila yang kubuat lima belas menit yang lalu. Mengenai Ibu, sudah hampir seminggu Ibu berada di Pangkalpinang, kampung halamanku. Kakekku sakit sehingga Ibu dan kakak lelakiku harus menengoknya.

"Kamu yakin tak mau ikut?" Aku menggeleng. Aku juga sudah menjelaskan pada Bapak kalau aku ada ujian tengah semester. Maklum, aku masih mahasiswi tingkat akhir.

Semalam, Bapak mengabarkanku kalau ia ditugaskan untuk terbang ke Pangkalpinang. Bapak berencana akan bermalam selama satu hari di sana sambil berkumpul dengan Ibu, kakak lelakiku, dan kakek. Setelahnya, ia akan terbang kembali ke Jakarta. Aku sebenarnya ingin sekali menyusul Ibu dan kakak bersama Bapak karena aku sangat merindukan kakek. Namun, aku tidak bisa meninggalkan kewajibanku di Jakarta.

"Dek, kamu jaga diri baik-baik, ya. Jangan lupa makan dan salat. Kamu boleh belajar dengan giat, tetapi tetap jaga kesehatanmu. Bapak tahu, kamu bisa. Skripsimu sebentar lagi selesai, kan? Nanti Bapak datang ke wisudamu."

"Iya, Pak. Bapak ini kayak mau pergi ke mana saja. Jangan bahas skripsiku, deh, Pak. Aku lagi mumet, nih."

Bapak lagi-lagi terkekeh. Setelah makan, ia mengecup keningku dan masuk ke dalam mobil jemputan. Tak lupa, Bapak melambaikan tangan sambil berkata, "Bapak miss you, Adek." Aku hanya tersenyum malu. Kata-kata afeksi seperti itu memang menjadi kebiasaan di keluargaku. Namun, terkadang aku malu kalau dilihat oleh orang lain, seperti sopir jemputan Bapak.

Setelah mengantar Bapak pergi, aku menunaikan salat subuh dan kembali tidur. Ujianku masih pukul delapan, sedangkan masih ada dua jam lagi untuk beristirahat. Semoga Bapak, Ibu, Kakak, dan aku selalu dilindungi Tuhan.

Ujianku telah selesai pukul sepuluh. Biasanya, setelah habis ujian, aku berkumpul dengan teman-temanku untuk mengisi perut. Maklum, energi kami habis dikuras oleh soal ujian. Setelah makan, aku mengecek ponselku. Ada banyak panggilan tak terjawab dari Ibu dan Kakak. Ada apa ini?

Salah seorang teman tiba-tiba mengagetkanku, "Eh! Ada pesawat jatuh di Karawang. Pesawat Jakarta-Pangkalpinang!"

Deg! Cepat-cepat aku mengecek pesan masuk. Ternyata, ada pesan singkat dari Ibu.


Dari: IbuDek, kamu di mana, Sayang? Bapak.... pesawatnya jatuh...



Aku menggelengkan kepala. Hal itu tidak mungkin terjadi. Bapakku pilot yang hebat. Ia pasti paham betul bagaimana cara mengendarakan pesawat dan keadaan apa yang tidak memperbolehkannya membawa pesawat. Aku mencari berbagai artikel daring tentang pesawat jatuh.

Pesawat Jakarta-Pangkalpinang jatuh di Tanjung Karawang.

Badanku bergetar. Hatiku mencelos. Aku hanya bisa menangis sambil memanggil nama Bapak. Teman-teman memelukku berusaha untuk menguatkan. Tadi pagi, Bapak masih bersamaku, memakan masakanku, mengecup keningku, dan mengatakan rindunya padaku.

Bapak. Bapak. Bapak. Ke mana aku harus melihat senyum sumringahmu lagi?



------
29 Oktober 2018; 10.30
Turut berduka cita atas jatuhnya pesawat Lion Air JT610 rute Jakarta-Pangkalpinang. Semoga Tuhan memberikan yang terbaik. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar